Senin, 27 Oktober 2014

Apa sih Istimewanya Benteng Portugis Jepara


Jepara Benteng Portugis ok
MUNGKIN nama ini masih cukup asing di telinga pembaca luar Jepara. Untuk melengkapi informasi budaya dan wisata kota ukir Jepara, pembaca perlu mampir di Benteng Portugis Jepara.
Benteng Portugis terletak cukup jauh dari pusat kota Jepara. Terletak di perbatasan Desa Banyumanis dan Desa Unjungwatu, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara atau sekitar 45 km arah timur laut. Karena tempat ini sekaligus juga berbatasan dengan Kabupaten Pati sebelah utara, tempat ini juga bisa ditempuh dari arah Pati, Puncel hingga sampai desa Banyumanis.
Setelah melewati jalanan berkelok-kelok, pengunjung bisa menyaksikan pemandangan alam yang mempesona dari Benteng Portugis yang dibangun di atas bukit kecil pinggir pantai itu.
Di sebelah utara pengunjung disuguhi Pulau Mondoliko, sebuah pulau kecil yang tidak jauh dari Benteng Portugis. Di situ terdapat mercusuar dan beberapa perumahan karyawan. Terdapat pula tanaman yang khas di Mondoliko yang bernama Nongko Celeng. Pohon ini mengeluarkan buahnya dari dalam tanah, arah pada akarnya. Terdapat pula makam seorang nayaka dari Ratu Kalinyamat yang bernama Sayid Ustman.
Untuk mencapai pulau itu, pengunjung bisa saja berperahu sembari menikmati laut biru
Ke sebelah selatan pengunjung akan melihat hijaunya Bukit Genuk, dengan hamparan sawah menghijau di lembahnya. Kalau menengok ke timur, pengunjung akan melihat peraya nelayan menghiasi pantai dengan beragam aktivitas dan para nelayannya. Di kaki bukit itu pengunjung bisa memancing dengan bertumpu pada bebatuan yang terdampar di situ.
Di sebelah barat ada sawah menghampar. Ada pula Rumah Sakit Kusta Donorojo dengan gereja tuanya yang antik bergaya arsitektur Belanda. Rumah sakit beserta gereja ini dibangun pada masa pemerintahan Ratu Wilhemina, Ratu Belanda untuk tempat perawatan serta peribadatan penderita kusta seluruh Hindia Belanda. Kata donorojo sendiri bermakna dono (pemberian), rojo (raja atau ratu).
Untuk membangun gereja dengan ciri arstitektur Belanda, kaca warna-warni yang menghiasi bangunan gereja ini pun didatangkan langsung dari Negeri Belanda. Desain pengaturan ruang di dalam gereja ini pun khusus. Ada pemisahan antara penderita kusta dan para karyawan serta penduduk sekitar. Kini rumah sakit kusta ini juga sekaligus berfungsi sebagai rumah sakit umum dengan nama Rumah Sakit Umum Dr. Rehatta.
Tidak jauh dari rumah sakit itu ada pula lokasi wisata Gua Manik. Di lokasi itu ada pula fasilitas yang sering dipakai kegiatan gestrek sepeda motor maupun mobil. Kurang lebih dua kilometer ke arah timur laut ada pula wisata gua, Gua Tritip.
Gereja tua arsitektur Belanda di Donorejo Jepara 2 ok
Gereja tua arsitektur Belanda di Dororejo, Jepara: Inilah penampakan depan bangunan gereja tua peninggalan Belanda di Donorejo, Jepara, Jawa Tengah. (Balai Budaya Rejosari/Romo YB Haryono MSF)
Gereja tua arsitektur Belanda di Donorejo Jepara
Gereja tua: Beginilah penampakan samping sebuah gereja tua beraksitektur Belanda di Donorejo, Jepara, Jawa Tengah. (Balai Budaya Rejosari/Romo YB Haryono MSF)
Masih misteri
Benteng Portugis sendiri sampai sekarang masih merupakan misteri. Data-data kepustakaan atau pun dokumen yang ada sangatlah kurang. Padahal banyak kalangan ingin mengetahui keberadaan Benteng Portugis beserta seluk beluk kisah di balik benteng ini.
Untuk memenuhi keinginan itulah, Bapak Subekti Sahlan berusaha menguak rahasia keberadaan Benteng Portugis ini. Setelah mengambil sumber dari tutur lisan khususnya orang-orang tua yang memiliki cerita-cerita seputar Benteng Portugis dan sekitarnya, bapak yang juga seorang pionir pembuatan perpustaaan desa ini menulis sebuah paper berjudul Misteri Benteng Portugis.
Jepara Benteng Portugis by Subekti Sahlan ok
Sumber sejarah: Subekti Sahlan menjadi sumber sejarah penting mengenai Benteng Portugis di Jepara, Jateng. (Balai Budaya Rejosari/Romo YB Haryono MSF)
Ia juga menghubungi orang-orang yang menjadi pekerja paksa (romusha) saat Pemerintahan Jepang berkuasa di Indonesia. Saat saya sowan ke rumahnya di Dukuh Clering, Desa Karangsari, saya memperoleh satu kopi tulisannya itu.
Menurut sumber-sumber tutur itu, Benteng Portugis itu memang dibangun oleh bangsa Portugis. Pembangunan benteng itu tidak lepas dari kepentingan Portugis dalam persaingan dagang dengan bangsa pendatang lain yakni bangsa Inggris dan Belanda. Tidak lepas juga untuk kepentingan keamanan bagi armada-armada dagang Portugis dalam menghadapi perompak-perompak yang malang melintang di perairan laut Jawa khususnya perairan Jepara.
Benteng tersebut dibangun di atas sebuah bukit kecil, sebagai tempat pengintaian yang dilengkapi dengan meriam-meriam kecil. Dinding benteng dibuat dari batu-batu yang diambil dari pantai di kaki bukit kecil itu. Di sudut timur laut, di dalam benteng tersebut dibangun menara pengintai dengan kerangka kayu dan beratap seng. Tingginya empat meter dari atas gundukan tanah yang tingginya kira-kira satu meter. Di tengah-tengahnya dibangun sebuah rumah kecil dengan pondasi batu laut, kerangka dan dindingnya dari kayu hutan dan beratap rumbia. Di rumah kecil itulah para petugas benteng bertempat tinggal.
Bapak Subekti Sahlan memperkirakan benteng ini dibangun pada waktu Kerajaan Demak diperintah oleh Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir setelah beberapa tahun Ratu Kalinyamat mengakhiri pertapaannya, setelah Arya Penangsang dibunuh oleh Danang Sutawijaya. Karena jasanya itu, Sutawijaya diberi hadiah Alas Mentaok yang kemudian hari menjadi Kerajaan Mataram, di bawah bimbingan penasihat kraton Ki Gede Pemanahan.
Adapun Kerajaan Demak kemudian dipindahkan ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya.
Lebih lanjut dituturkannya bahwa bangsa Portugis hanya beberapa tahun saja menempati benteng ini. Banyaknya gangguan yang memakan korban kiranya menjadi salah satu alasannya.
Di Selat Mondoliko itu ada pusaran air laut. Seturut cerita rakyat sekitar, pusaran air itu adalah pintu gerbang Keraton Luweng Siluman yang dirajai oleh Siluman Bajul Putih. Setiap ada orang berkulit putih seperti bangsa Portugis pastilah tersedot ke dalam laut hilang entah kemana.
Kejadian itu sesuai dengan sumpah Siluman Bajul Putih ketika dikalahkan oleh Ki Leseh. Siluman itu bersumpah kalau ada orang yang berkulit putih seperti kulitnya lewat di atas pintu gerbang Luweng Siluman itu, akan disedot ke dalam laut.
Kerajaan Demak
Alasan lain adalah lalu lintas perdagangan yang waktu Kerajaan Demak dipusatkan melalui laut, dengan pindahnya Kerajaan Demak ke Pajang, lalu lintas perdagangan berubah melalui jalan darat. Para perompak di perairan Jepara banyak yang beralih menjadi perampok, mereka merampok mangsanya dalam perjalanan di tengah hutan. Perjalanan dagang melalui laut menjadi aman.
Benteng itu akhirnya ditinggalkan begitu saja hingga bertumbuh semak belukar. Jarang sekali orang berani memasuki benteng itu. Seturut penuturan warga mereka takut diganggu roh-roh penghuni benteng itu.
Jepara Benteng Portugis ok
Destinasi wisata sejarah di Jepara: Keberadaan Benteng Portugis di Jepara menjadi daya pesona tersendiri di kota ukir di kawasan Pantura Timur Jawa Tengah ini. (Balai Budaya Rejosari/Romo YB Haryono MSF)
Pada waktu Jepang menampakkan kakinya di bumi Nusantara, benteng ini kembali digunakan. Jepang memanfaatkannya sebagai tempat pengintai laut. Dengan tenaga-tenaga kerja paksa yang diambil dari desa-desa sekitar, semak belukar itu dibersihkannya, jalan menuju puncak bukit diperlebar. Di kaki bukit menghadap ke laut dibangun tembok-tembok pengintai yang dilengkapi meriam-meriam kecil. Menara yang sudah hancur dibangun kembali dan dibuat lebih tinggi. Bekas bangunan rumah yang berada di tengah benteng juga dibangun lagi sebagai tempat tinggal pengintai.
Seturut penuturan para pekerja paksa, di bawah menara dibuatkan lorong awah tanah yang tembus ke pantai di kaki bukit. Lorong ini dimaksudkan untuk mempercepat petugas yang kerja di benteng hendak turun ke pantai.
Demikianlah Benteng Portugis dimanfaatkan oleh Jepang sampai akhirnya mereka kalah dalam Perang Dunia II dan harus angkat kaki dari bumi Nusantara ini. setelah Indonesia mengecap kemerdekaan tempat ini menjadi tempat rekreasi lokal. Melihat pengunjung makin banyak, Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara pun menata tempat ini sehingga semakin menarik dikunjungi.
“Saya menuliskan tulisan ini agar bisa membantu anak cucu mengetahui keberadaan Benteng Portugis” tandas Subekti Sahlan berkali-kali.
Selain Pantai Kartini, Jepara juga ternyata masih terdapat lokasi pantai yang indah. Pantai Benteng Portugis salah satunya bahkan sisa sejarah Portugis kala menjajah Indonesia masih tersimpan disana.
Pantai indah ini terletak di Desa Banyumanis Kecamatan Keling atau 45 km di sebelah utara Kota Jepara. Untuk mencapainya tersedia sarana jalan aspal dan transportasi regular.
Pantai Benteng Portugis
Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor dari Kota Jepara. Secara umum jalanannya beraspal hotmix dan halus, namun setelah melewati Kota Bangsri jalannya menyempit hanya pas untuk dua mobil, berkelak-kelok dan turun naik. Maka kita dituntut untuk waspada dan hati-hati ketika melintasi jalur ini.
Dilihat dari sisi geografis benteng ini nampak sangat strategis untuk kepentingan militer khususnya zaman dahulu yang kemampuan tembakan meriamnya terbatas 2 s/d 3 km saja.
Di dalam benteng juga dijumpai sejumlah pintu yang menuju ke arah banyak jendela yang terbuat dari batu dan dilengkapi dengan meriam kuno. Terutama pintu yang mengarah ke arah Laut Jawa. Tetapi pintu dan jendela tersebut sejak sekitar tahun 1950 sudah dalam kondisi tertutup bebatuan.
Berdasarkan catatan Dinas Pariwisata Jepara, panjang benteng sisi timur 33,50 meter, sisi barat 37 meter. Lebar sisi selatan 28,50 meter, sisi utara 20,30 meter.Tinggi sisi timur dan barat masing-masing 0,70 meter, tinggi sisi selatan 2,10 meter dan tinggi sisi utara 0,70 meter.
Pada awalnya akan dijumpai jalan setapak dari arah benteng, turun ke bawah menuju jalan berpaving. Namun, jalan setapak tersebut akhirnya dilebarkan dan dibangun permanen dengan semen cor.
Iwan Nugroho, Manajer Wisata Benteng Portugis, mengatakan salah satu ciri khas di Pantai Benteng Portugis adalah keberadaan batu sedimen alias karang yang berada di pantai. ”Itu menjadi ciri khas yang jarang dimiliki pantai lain. Meski demikian, bukan berarti pantai di Benteng Portugis tidak bisa digunakan untuk mandi dan bermain pasir,” jelasnya.
Banyak pepohonan di pinggiran pantai, beberapa tempat duduk juga disediakan oleh pengelola, hingga kita bisa duduk-duduk dengan santai di bawah pohon sembari bercengkerama. Di sebelah timur benteng terdapat pantai dengan pasir yang berwarna kecokelatan namun halus dan bersih.
Di sisi barat kawasan wisata Benteng Portugis terdapat pasir putih yang kualitasnya lebih baik ketimbang Pantai Bandengan. Lokasi pasir putih direncanakan menjadi pemandangan kampung Portugis.  Iwan menambahkan, populasi ikan di pantai Benteng Portugis cukup banyak, sehingga hal itu bisa dimanfaatkan untuk menjadi tempat tujuan mincing.
Untuk menuju benteng ini telah di bangun jalan menuju puncak bukit, dengan penataan yang baik dan dilengkapi dengan gardu pandang dan jalan lingkar sehingga para wisatawan dapat menikmati keelokan dan keindahan alamnya selama perjalanan menuju benteng.
Wisata ini mempunyai potensi dan peluang untuk dikembangkan menjadi wisata sejarah sekaligus wisata alam sehingga kesempatan untuk berinvestasi terbuka lebar dalam bidang transportasi laut sebagai penghubung lokasi benteng dengan pulau Mandalika, restaurant , resort dll.
Benteng ini dibangun di atas sebuah bukit batu di pinggir laut dan persis di depannya terhampar Pulau Mondoliko (Mandalika), sehingga praktis selat yang ada di depan benteng ini berada di bawah control Meriam Benteng sehingga akan berpengaruh pada pelayaran kapal dari Jepara ke Indonesia bagian timur atau sebaliknya.
Pulau itu hanya dihuni oleh enam petugas mercusuar dan tidak semua orang bisa masuk tanpa ada izin dari dinas terkait. Alamnya berupa hutan yang masih perawan sehingga banyak binatang berbisa seperti : ular, kalajengking, dan kepiting hitam (gotho). Pantainya curam dan berbatu sehingga pulau ini dikelilingi laut yang cukup dalam.
Bagi yang suka memancing, dapat melakukan aktivitas ini baik dari daratan Pulau Mandalika atau dari bebatuan yang ada di bawah Benteng Portugis atau dapat juga dengan menyewa perahu. Ikan yang diperoleh pemancing biasanya jenis kerapu, kakap putih, gerabah, pari, dan sembilang.
“Kunjungan ke Pulu Mandalika ini paling ramai ketika musim baratan. Kebanyakan dari Pekalongan, Pemalang dan Batang untuk berziarah ke makam Sayyid Usman,” urainya.
Kini sudah ada satu perahu wisata berkapasitas 20 orang dan direncanakan ada tiga unit lagi. ”Potensi Pulau Mandalika harus terus dikembangkan karena memiliki pemandangan yang bagus. Hanya, untuk pengembangan pulau itu menjadi hak Dishub Provinsi Jateng,” tuturnya.
Sejarah Benteng
Pada tahun 1619, kota Jayakarta / Sunda Kelapa dimasuki VOC Belanda, dan saat ini Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Batavia dianggap sebagai awal tumbuhnya penjajahan oleh Imperialis Belanda di Indonesia.
Sultan Agung Raja Mataram sudah merasakan adanya bahaya yang mengancam dari situasi jatuh nya kota Jayakarta ke tangan Belanda. Untuk itu Sultan Agung mempersiapkan angkatan perangnya guna mengusir penjajah Belanda. Tekad Raja Mataram ini dilaksanakan berturut-turut pada tahun 1628 dan tahun 1629 yang berakhir dengan kekalahan di pihak Mataram.
Kejadian ini membuat Sultan Agung berpikir bahwa VOC Belanda  hanya  bisa  dikalahkan  lewat  serangan  darat  dan  laut secara bersamaan, padahal Mataram tidak memiliki armada laut yang kuat, sehingga perlu adanya bantuan dari pihak ketiga yang juga berseteru dengan VOC yaitu Bangsa Portugis.
Perjanjian kerja sama antara Mataram dan Portugis segera diadakan dan untuk tahap awal Portugis menempatkan tentaranya di benteng yang dibangun oleh Mataram pada tahun 1632. Benteng ini sangat efektif untuk menjaga lintas pelayaran ke kota Jepara yang menjadi Bandar utama Mataram untuk ekspor impor.
Kenyataan kerjasama Mataram dan Portugis tidak bisa direalisir untuk tujuan mengusir Belanda di Batavia bahkan tahun 1642 orang-orang Portugis angkat kaki dari benteng ini karena Malaka sebagai kota utama Portugis di Asia Tenggara justeru direbut oleh Belanda pada tahun 1641

Jumat, 21 Februari 2014

Kecamatan Keling



Asal usul nama Keling berasal dari nama Kerajaan Kalingga, yang menjadi kata Keling. 
Administrasi
Dengan adanya pemekaran wilayah dua kecamatan baru yaitu kecamatan Donorojo dan kecamatan Pakis Aji sesuai peraturan daerah kabupaten Jepara Nomor 17 tahun 2007 tentang Pembentukan kecamatan Pakis Aji dan kecamatan Donorojo serta penataan kecamatan Mlonggo dan kecamatan Keling, maka beberapa desa yaitu desa-desa: Bandungharjo, Banyumanis, Blingoh, Clering, Jugo, Sumberejo, Tulakan, dan Ujungwatu selanjutnya menjadi wilayah kecamatan Donorojo.
Sejarah
Di daerah ini konon pernah berdiri sebuah kerajaan dengan peradaban cukup maju pada abad ke-5 bernama Kalingga yang pernah diperintah oleh ratu Shima. Konon ratu ini sangat tegas dan memiliki peraturan terhadap rakyatnya barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya. Bekas kerajaan ini diperkirakan perbukitan-perbukitan yang mencurigakan di sekitarnya sebagai tempat melihat laut pada zaman dahulu.
Pariwisata
• Candi Angin, di Tempur
• Candi Bubrah, di Tempur
• Kali Ombo, di Tempur
Kesehatan
• RSUD Keling (yang dulu RS. Kusta, tetapi masih melayani pasien kusta), di Kelet
• Puskesmas Keling 1, di Kelet
• Puskesmas Keling 2, di Keling
Perekonomian
• Pasar Keling, di Keling
• Pasar Kelet, di Kelet
Olahraga
Persatuan Sepak Bola Kelet adalah klub yang berasal dari Kelet yang mengikuti kompetisi Liga Jepara Devisi I.
PRODUK UNGGULAN
• KOPI (Tersebar di Tempur, Watuaji, Damarwulan, Klepu, Kunir)
• Pengolahan Kapuk, di Keling
Desa/kelurahan
1. Bumiharjo
2. Damarwulan
3. Tempur
4. Gelang
5. Jlegong
6. Kaligarang
7. Kelet
8. Keling
9. Klepu
10. Kunir
11. Tunahan
12. Watuaji